Madanika.id, Samarinda – Riuh tawa anak-anak yang bermain egrang, lantunan musik dari panggung mini, aroma kopi racik yang merebak di udara malam, hingga deretan lampu taman yang menyala hangat di trotoar baru. Pemandangan ini bukan dari kota wisata populer, melainkan dari Citra Niaga Samarinda, kawasan niaga legendaris yang kini kembali bercahaya.
Sejak Jumat malam hingga Minggu (13–15 Juni 2025), ribuan warga Samarinda dan sekitarnya memadati kawasan tersebut dalam gelaran Kala Fest. Festival yang mengusung tema Kalimantan Art, Koeltoer dan Lokal Aktie ini menjadi momen penting dalam menghidupkan kembali ruang publik bersejarah itu.

Napas Baru dari Tempat Lama
Citra Niaga pertama kali diresmikan pada 1987. Kawasan ini sempat menjadi ikon perdagangan rakyat dan percontohan arsitektur kota yang meraih penghargaan Aga Khan Award for Architecture. Namun memasuki akhir 1990-an, pesonanya memudar, tergerus oleh kehadiran mal modern, persoalan kebakaran, dan pengelolaan yang stagnan.
Baru pada 2023, Pemerintah Kota Samarinda memulai revitalisasi menyeluruh. Trotoar diperlebar, kabel listrik ditanam, lampu pedestrian dipasang, taman dibuka, dan zona usaha kecil dihidupkan kembali. Namun, yang benar-benar membangkitkan kembali kawasan ini bukan sekadar infrastruktur, melainkan ruang yang dihidupkan oleh warganya sendiri.
Kala Fest menjadi tonggak penting dari upaya itu.
Kala Fest: Ruang, Waktu, dan Budaya
Festival tiga hari tersebut menyulap Citra Niaga menjadi “mesin waktu”. Di satu sisi, hadir pertunjukan musik lawas dan mural bergaya retro, di sisi lain ada komunitas muda menampilkan karya seni kontemporer. Permainan tradisional seperti congklak, lompat tali, dan gasing dimainkan berdampingan dengan bazar distro lokal dan lapak kopi racik.

Malam Minggu yang Tak Biasa
Puncak kemeriahan terjadi pada malam minggu (14 Juni), ketika seluruh area Citra Niaga dipadati pengunjung. Di bawah spanduk bertuliskan “Kala Fest 2025”, warga lintas usia berbaur: tua-muda, seniman, pelapak, hingga pelajar.
Dari atas panggung kecil, musik akustik mengalun, sementara di sudut lain seorang pelukis jalanan menyelesaikan mural bertema “Samarinda Tempo Doeloe”. Beberapa anak remaja terlihat bermain egrang, ditemani orang tua yang bersantai menikmati pisang gapit dan kopi tubruk.

Lebih dari Sekadar Festival
Kala Fest bukan sekadar pesta tiga hari. Ia menjadi simbol dari transformasi ruang kota yang digerakkan oleh kolaborasi antara warga, komunitas seni, pemerintah, dan pelaku usaha kecil.
Kini, setelah bertahun-tahun terabaikan, Citra Niaga kembali hidup—bukan sebagai mal, bukan pula sebagai pasar tradisional—tapi sebagai ruang perjumpaan, ekspresi, dan kebanggaan warga Samarinda.
Ikuti Kami